Monday, December 28, 2009

foto 1

Tuesday, December 22, 2009

Doa untuk Ibu Bapak / Orang Tua

Sesungguhnya jasa orang tua kita tidak terhitung banyaknya. Ibu kita mengandung selama 9 bulan kemudian melahirkan kita dengan resiko nyawa melayang. Ketika kita masih bayi tak berdaya, mereka beri kita minum dan makanan. Ketika kita buang air, tanpa jijik mereka membersihkan kita dengan penuh cinta. Kita diberi pakaian dan juga pendidikan.

Mereka sabar menghadapi kemarahan kita, rengekan, kenakalan, bahkan mungkin ketika kita masih kecil/balita pernah memukul mereka. Mereka tetap mencintai kita. Jadi jika kita merasa kesal dengan mereka, apalagi jika mereka begitu tua sehingga kelakuannya kembali seperti anak-anak, ingatlah kesabaran mereka dulu ketika menghadapi kita. Bagi yang sudah memiliki anak tentu paham tentang kerewelan anak-anak yang butuh kesabaran yang sangat dari orang tua.

Adakah kita mampu membalasnya? Bahkan seandainya orang tua kita tak berdaya sehingga untuk buang air kita yang membersihkannya, itu tidak akan sama. Orang tua membersihkan kita dengan penuh cinta dan harapan agar kita selamat dan panjang umur. Sementara si anak ketika melakukan hal yang sama mungkin akan merengut dan bertanya kapan “ujian” itu akan berakhir.

Begitulah. Seperti kata pepatah, “Kasih anak sepanjang badan, kasih ibu sepanjang jalan” Tidak bisa dibandingkan.

Oleh karena itu hendaknya kita berbakti pada orang tua kita. Minimal kita mendoakan mereka:

Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak yang mendoakannya. (HR. Muslim)

Jika kita tidak berdoa untuk orang tua kita, maka putuslah rezeki kita:

Apabila seorang meninggalkan do’a bagi kedua orang tuanya maka akan terputus rezekinya. (HR. Ad-Dailami)

Oleh karena itu sebagai anak yang berbakti hendaknya kita senantiasa berdoa untuk ibu bapak kita. Di antara doa-doa untuk orang tua yang tercantum dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:

doa4.jpg

Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]

doa1.jpg

Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:14]

doa5.jpg

Robbighfir lii wa li waalidayya wa li man dakhola baytiya mu’minan wa lilmu’miniina wal mu’minaati wa laa tazidizh zhoolimiina illa tabaaro

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” [Nuh:28]

doa6.jpg

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat dari ilmu yang kita dapat dengan mengamalkannya setiap hari. Amiin.

Tuesday, December 15, 2009

Total Chaos, Sang Punggawa Punk Invasi Bandung


BANDUNG - Lagi-lagi kota Kembang dijamah kehadiran band punk asal Amerika Serikat (AS). Kali ini yang menghentak Bandung adalah dedengkot punk rock Total Chaos yang datang dalam rangka tur keliling Asia

Formasi Rob Chaos (vokal), Shawn Smash (gitar dan vokal), DeDe Gearhardt (bas), dan Steve Gearbox (dram) membawa spirit punk di hadapan penggemarnya. Kendati kehadiran DeDe yang sedang hamil digantikan Ryan, tak membuat performance Total Chaos jadi "cacat".

Dibuka penampilan Injected, Mawar Berduri, Keparat, Tcukimay, dan Fightblank yang bermain sejak pukul 13.00 WIB membuat suasana sejuk Bandung menjadi panas dan bergelora. Ditambah lagi para punkers yang menyesak GOR Saparua Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/12/2009) semakin membuat suasana menjadi "panas".

Band yang sudah merilis 10 album ini membawakan lagu-lagu andalan mereka seperti Punk No Die, Last Boys, Fuck the Systems, hingga Running in You. Tak ayal, para punkers tanpa dikomando langsung berpogo dan bermoshing ria di lapangan.

Selain itu, band yang sudah 20 tahun eksis di jalur punk ini membuat penonton yang asik menikmati mereka, banyak yang naik ke atas panggung. Tampaknya hal itu tidak membuat sang vokalis, Rob, merasa terganggu. Bahkan dia meladeni satu fans yang ingin berfoto dengannya di atas panggung. Kondisi ini pastinya sedikit menyusahkan panitia yang harus menghalau para fans tersebut.

Total Chaos sendiri hanya membawakan sekira 12 lagu dan tampil sangat "mengairahkan" bagi massanya. Maklum saja, ini kali pertama mereka bermain di Indonesia. "Indonesia, saya senang bisa bertemu dengan kalian semua. Tapi ingat, saya tidak ingin kalian semua rusuh," teriak Rob.

Sayangnya, penampilan mereka bisa dikatakan terbilang singkat. Karena mereka hanya bermain sekira 45 menit saja. Di sisi lain, ada kejutan yang disampaikan oleh sang dummer yakni Steve, ketika melihat para punkers yang tak memiliki tiket akhirnya menyerbu masuk dengan paksa. Suasana pun langsung riuh seketika karena penonton terpatri pemandangannya ke arah sana.

"Ayo semua yang tidak bisa masuk ke acara silahkan masuk. Kami tidak akan main kembali kalau mereka yang di luar tidak bisa masuk. Ayolah biarkan mereka (yang tidak memiliki tiket) menonton kami," kata Steve.

Hal ini pun langsung disambut tepukan tiuh dari semua yang menantikan Total Chaos. Setelah mereka diperkenankan masuk, Rob dan kawan-kawan langsung membawakan tembang pamungkas mereka yang juga merupakan hits mereka yakni Riot City.

Ade Hapsari Lestarini - Okezone

Tuesday, December 8, 2009

Sejarah Perang Bubat dan ke licikan Gajah Mada


Pernahkah kita berpikir kok di Bandung tidak ada jalan Majapahit, Hayam Wuruk atau Gajah Mada, padahal di Medan aja ada jalan Majapahit (tempat bika ambon Medan)....

Hal ini terjadi karena ada sejarahnya, yaitu perang bubat.
Berikut ceritanya, mudah2an menambah pengetahuan kita (diambil dari wikipedia).

Rencana pernikahan

Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.[rujukan?]

Namun catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit, dianggap keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama Dyah Lembu Tal adalah nama laki-laki.

Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamarnya. Upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubuminya yaitu Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.

Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Berangkatlah Linggabuana bersama rombongan Sunda ke Majapahit, dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kesalah-pahaman

Melihat Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit, maka timbul niat lain dari Mahapatih Gajah Mada yaitu untuk menguasai Kerajaan Sunda, sebab untuk memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya tersebut, maka dari seluruh kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan hanya kerajaan sundalah yang belum dikuasai Majapahit. Dengan makksud tersebut dibuatlah alasan oleh Gajah Mada yang menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit, sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah ia ucapkan pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta. Ia mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan mengakui superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri menurut Kidung Sundayana disebutkan bimbang atas permasalah tersebut, karena Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.

Gugurnya rombongan Sunda

Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri dan pejabat kerajaan Sunda, serta putri Dyah Pitaloka.

Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.

Akibat peristiwa Bubat ini, dikatakan dalam catatan tersebut bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai wafatnya (1364). Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan esti larangan ti kaluaran, yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak timur negeri Sunda (Majapahit).